RELASI DAN FUNGSI - MATDIS
RELASI
matematika diskret
hallo, balik lagi di my blog..... sebelumnya selamat datang di my blog .... ini blog kedua yang aku tulis mengenai materi matematika diskret. sebelumnya pada blog aku ini. aku membahas mengenai himpunan. dan kali ini aku membagikan kepada kalian sedikit pengetahuan yang aku dapat di kelas, yakni mengenai relasi. apakah relasi itu? lebih lanjutnya kita masuk ke pembahasan. go go :)....
RELASI
Relasi adalah aturan yang menghubungkan setiap anggota himpunan A ke himpunan B. di mana A disebut domain (daerah asal) dan B disebut kodomain (daerah kawan). Relasi dari himpunan A ke himpunan B adalah hubungan yang memasangkan anggota-anggota himpunan A dengan anggota-anggota himpunan B.
Contoh
f = {(1, w), (2, u), (3, v)} dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w, x} adalah fungsi satu-ke-satu,
Tetapi relasi f = {(1, u), (2, u), (3, v)} dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} bukan fungsi satu-ke-satu,
karena f(1) = f(2) = u.
Contoh
Misalkan f : Z -> Z. Tentukan apakah f(x) = x2 + 1 dan f(x) = x – 1 merupakan fungsi satu-ke-satu?
Penyelesaian:
(i) f(x) = x2 + 1 bukan fungsi satu-ke-satu, karena untuk dua x yang bernilai mutlak sama tetapi tandanya berbeda nilai fungsinya sama, misalnya f(2) = f(-2) = 5 padahal –2 ¹ 2.
(ii) f(x) = x – 1 adalah fungsi satu-ke-satu karena untuk a ¹ b, a – 1 ¹ b – 1. Misalnya untuk x = 2, f(2) = 1 dan untuk x = -2, f(-2) = -3.
Fungsi f dikatakan dipetakan pada (onto) atau surjektif (surjective) jika setiap elemen himpunan B merupakan bayangan dari satu atau lebih elemen himpunan A. Dengan kata lain seluruh elemen B merupakan jelajah dari f. Fungsi f disebut fungsi pada himpunan B.
Contoh
f = {(1, u), (2, u), (3, v)} dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} bukan fungsi pada karena w tidak termasuk jelajah dari f.
f = {(1, w), (2, u), (3, v)} dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} merupakan fungsi pada karena
semua anggota B merupakan jelajah dari f.
Contoh
Misalkan f : Z -> Z. Tentukan apakah f(x) = x2 + 1 dan f(x) = x – 1 merupakan fungsi pada?
Penyelesaian:
(i) f(x) = x2 + 1 bukan fungsi pada, karena tidak semua nilai bilangan bulat merupakan jelajah dari f.
(ii) f(x) = x – 1 adalah fungsi pada karena untuk setiap bilangan bulat y, selalu ada nilai x yang memenuhi, yaitu y = x – 1 akan dipenuhi untuk x = y + 1.
Fungsi f dikatakan berkoresponden satu-ke-satu atau bijeksi (bijection) jika ia fungsi satu-ke-satu dan juga fungsi pada.
Contoh
f = {(1, u), (2, w), (3, v)} dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} adalah fungsi yang berkoresponden satu-ke-satu, karena f adalah fungsi satu-ke-satu maupun fungsi pada.
Jika f adalah fungsi berkoresponden satu-ke-satu dari A ke B, maka kita dapat menemukan balikan (invers) dari f. Balikan fungsi dilambangkan dengan f –1. Misalkan a adalah
anggota himpunan A dan b adalah anggota himpunan B, maka f -1(b) = a jika f(a) = b. Fungsi yang berkoresponden satu-ke-satu sering dinamakan juga fungsi yang invertible (dapat dibalikkan), karena kita dapat mendefinisikan fungsi balikannya. Sebuah fungsi dikatakan not invertible (tidak dapat dibalikkan) jika ia bukan fungsi yang berkoresponden satu-ke-satu, karena fungsi balikannya tidak ada.
Contoh
f = {(1, u), (2, w), (3, v)} dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} adalah fungsi yang
berkoresponden satu-ke-satu. Balikan fungsi f adalah f -1 = {(u, 1), (w, 2), (v, 3)}
Jadi, f adalah fungsi invertible.
Contoh
Tentukan balikan fungsi f(x) = x – 1.
Penyelesaian:
Fungsi f(x) = x – 1 adalah fungsi yang berkoresponden satu-kesatu, jadi balikan fungsi tersebut ada.
Misalkan f(x) = y, sehingga y = x – 1, maka x = y + 1. Jadi, balikan fungsi balikannya adalah f-1(y) = y +1.
Contoh
Tentukan balikan fungsi f(x) = x2 + 1.
Penyelesaian:
Dari Contoh 3.41 dan 3.44 kita sudah menyimpulkan bahwa f(x) = x – 1 bukan fungsi yang berkoresponden satu-ke-satu, sehingga fungsi balikannya tidak ada. Jadi, f(x) = x2 + 1 adalah funsgi yang not invertible.
Komposisi dari dua buah fungsi
Misalkan g adalah fungsi dari himpunan A ke himpunan B, dan f adalah fungsi dari himpunan B ke himpunan C. Komposisi f dan g, dinotasikan dengan f o g, adalah fungsi dari A ke C yang
didefinisikan oleh (f o g)(a) = f(g(a))
Contoh
Diberikan fungsi
g = {(1, u), (2, u), (3, v)} yang memetakan A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w}, dan fungsi f = {(u, y), (v, x), (w, z)} yang memetakan B = {u, v, w} ke C = {x, y, z}. Fungsi komposisi dari A ke C adalah
f o g = {(1, y), (2, y), (3, x) }
Contoh
Diberikan fungsi f(x) = x – 1 dan g(x) = x2 + 1. Tentukan f o g dan g o f .
Penyelesaian:
(i) (f o g)(x) = f(g(x)) = f(x2 + 1) = x2 + 1 – 1 = x2.
(ii) (g o f)(x) = g(f(x)) = g(x – 1) = (x –1)2 + 1 = x2 - 2x + 2.
Beberapa Fungsi Khusus
1. Fungsi Floor dan Ceiling
Misalk an x adalah b ilan gan riil, berarti x berad a di an tara dua bilangan bulat.
Fungsi floor dari x:
[x] menyatakan nilai b ilan gan b ulat terbesar yang leb ih kecil atau sama dengan x
Fungsi ceiling dari x:
[x] menyatakan bilang an bulat terkecil yan g lebih besar atau sama dengan x
Dengan kata lain, fungsi floor membulatkan x ke bawah , sedangkan fungsi ceiling membulatkan x ke atas.
Contoh nilai fungsi floor dan ceiling :
Contoh
Di dalam komputer, data dikodekan dalam untaian byte, satu byte terdiri atas 8 bit. Jika panjang data 125 bit, maka jumlah byte yang diperlukan untuk merepresentasikan data adalah [125/8] = 16 byte. Perhatikanlah bahwa 16 ´ 8 = 128 bit, sehingga untuk byte yang terakhir perlu ditambahkan 3 bit ekstra agar satu byte tetap 8 bit (bit ekstra yang ditambahkan untuk menggenapi 8 bit disebut padding bits).
2. Fungsi modulo
Misalkan a adalah sembarang bilangan bulat dan m adalah bilangan bulat positif.
a mod m memberikan sisa pembagian bilangan bulat bila a dibagi dengan m
a mod m = r sedemikian sehingga a = mq + r, dengan 0 £ r < m.
Contoh
Beberapa contoh fungsi modulo
25 mod 7 = 4
15 mod 4 = 0
3612 mod 45 = 12
0 mod 5 = 5
–25 mod 7 = 3 (sebab –25 = 7 × (–4) + 3 )
3. Fungsi Faktorial
n ! = 1 , n = 0
1 x 2 x .... x(n-1) x n , n > 0
4. Fungsi Eksponensial
a x a x ....... x a , n > 0
Untuk kasus perpangkatan negatif,
Relasi adalah aturan yang menghubungkan setiap anggota himpunan A ke himpunan B. di mana A disebut domain (daerah asal) dan B disebut kodomain (daerah kawan). Relasi dari himpunan A ke himpunan B adalah hubungan yang memasangkan anggota-anggota himpunan A dengan anggota-anggota himpunan B.
Kita misalkan E & F sebagai himpunan, hubungan antara himpunan E & himpunan F merupakan himpunan yang memiliki pasangan atau huruf/ angka yang berurutan, tetapi mengikuti aturan tertentu. Dengan demikian hubungan biner R antar himpunan E dan F, merupakan himpunan dari E × F / R ⊆(E × F).
Example:
Misal E = {2, 4, 6} dan F = {2, 4, 6, 8 }. Jika didefinisikan relasi R dari E ke F menggunakan aturan seperti, (e,fb) ∈ R jika faktor dari f, dan Seperti yang kalian pelajari sebelumnya atau yang sudah kalian ketahui,
E × F menjadi :
E × F = {(2, 2), (2, 4), (2, 6), (2, 8), (4, 2), (4, 4), (4, 6), (4, 8), (6, 2), (6, 4), (6, 6), (6, 8)}
Jika menggunakan aturan relasi/ hubungan diatas, relasi R dari E ke F yang mengikuti aturan tadi menjadi,
R = {(2, 2), (2, 4), (2, 6), (2, 8)}
Hubungan/Relasi bisa juga terjadi hanya pada satu atau sebuah himpunan, yaitu hubungan pada E, di himpunan E, yang merupakan himpunan E × E
Example:
Misal R a/ relasi pada E = {2, 3, 4, 8, 9} yang diumpamakan :
(x, y) ∈ R dan bila x habis dapat dibagi oleh y.
Relasi R pada E yang menggikuti aturan tersebut a/ seperti dibawah ini.
R = {(2, 2), (4, 4), (4, 2), (8, 8), (8, 2), (8, 4), (3, 3), (9, 9), (9, 3)}
Sifat-Sifat Relasi
Relasi atau hubungan pada himpunan punya suatu sifat, sifat-sifat yang ada seperti..
1. Refleksif (reflexive)
Suatu relasi R pada himpunan E disebut refleksif jika (e, e) ∈ R untuk setiap e ∈ E. Dan bisa disebut juga hubungan relasi R pada himpunan E diketahui tidak refleksif jika e ∈ E dan begitu pula jika (a, a) ∉ R.
Example:
Misalkan E = {1, 2, 3, 4},
dan sifat Relasi R adalah ‘≤’ yang dimisalkan himpunan E, jadi
R = {(1, 1), (1, 2), (1, 3), (1, 4), (2, 2), (2, 3), (2, 4), (3, 3), (3, 4),
(4, 4)}
Kelihatan bukan jika (1, 1), (2, 2), (3, 3), (4, 4) adalah bagian unsur dari R. Jika begitu R dinyatakan himpunan Refleksif
Example :
Misalkan E = {2, 3, 4, 8, 9, 15}.
Jika kita misalkan relasi R yang ada di himpunan A memiliki aturan:
(e, f) ∈ R jika e faktor prima dari f
Perlu diteliti/ di ketahui jika(4, 4) ∉ R .
Jadi, jelas bahwa R tidak dan bukan bersifat refleksif.
Sifat refleksif memiliki ciri khas dalam pembuktian suatu relasi, seperti:
• Relasi yang memiliki sifat refleksif memiliki matriks dengan unsur utamanya semua bernilai 1, atau mii = 1, untuk i = 1, 2, …, n,
• Relasi yang memiliki sifat refleksif jika dibuktikan dalam bentuk graf terarah jadi di graf tersebut akan ditemukan sebuah loop pada setiap simpulnya.
2. Simetri (symmetric) dan Anti Simetri (antisymmetric)
Suatu relasi R di himpunan E memiliki sifat simetri jika
(e, f) ∈ R, jika setiap e, f ∈ E , jadi (e, f) ∈ R.
Suatu relasi R pada himpunan E dikatakan tidak simetri jika (e,f) ∈ R sementara itu (e, f) ∉ R.
Pada suatu relasi R di himpunan E mempunyai anti simetri dan misalkan untuk setiap
a, b ∈ A, (a, b) ∈ R dan (b, a) ∈ R diakui jika a = b.
Perhatikan bila istilah/ definisi simetri dan anti simetri bukanlah berlawanan, karena suatu relasi bisa punya kedua sifat itu sekaligus. tapi , suatu relasi tak bisa mempunyai kedua sifat itu jika dia punya atau memiliki pasangan berurutan atau terurut dengan bentuk
(a, b) yang mana a ≠ b.
example:
Misal R adalah sebuah relasi di himpunan Riil, yang dinyatakan oleh :
e R f bila & hanya jika e – f ∈ Y.
Memeriksa atau menyatakan relasi R memiliki sifat simetri !
Misal e R f jadi/ maka (e – f) ∈ Y, Sementara (f – e) ∈ Z.
Dan bila menyatakan seperti ini R memiliki sifat simetri.
Example :
Buktikan bila relasi ‘≤’ adalah himpunan Z. Yang bersifat anti simetri
Jadi jika e ≤ f dan f ≤ e berarti e = f.
Hasilnya adalah ‘≤’ menjadi/ memiliki sifat anti simetri.
3. Transitif (transitive)
Sebuah atau suatu relasi atau hubungan R pada himpunan E mempunyai sifat transitif bila
(a, b) ∈ R dan (b, c) ∈ R, maka (a, c) ∈ R, untuk a, b, c ∈ A.
example :
Misal E = { 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9}, & relasi dapat diartikan bila :
e R f jikalau& hanya bila e membagi f, dimana e, f ∈ E
Dan bila kita perhatikan definisi relasi R yang terdapat pada himpunan E, jadi :
R = {(2, 2), (2, 4), (2, 6), (2, 8), (3, 3), (3, 6), (3, 9), (4, 4), (4, 8)}
Dan Bila (2, 4) ∈ R & (4, 8 ) ∈ R terbukti bila (2, 8 ) ∈ R.
Dan relasi R memiliki sifat transitif.
Example :
R adalah relasi yang ada pada himpunan bilangan Riil N yang diketahui atau didefinisikan seperti:
R : E + f = 5, e, f ∈ E,
Dengan mengikuti relasi R pada himpunan E, jadi:
R = {(1, 4), (4, 1), (2, 3), (3, 2) }
Buktikan bila (1, 4) ∈ R & (4, 1) ∈ R , terapi (1, 1) ∉ R.
Jika seperti ini relasi R bukan atau tidak memiliki sifat transitif.
Sifat transitif memiliki beberapa ciri didalam pembuktian satu relasi , misalkan, sifat transitif di graf yang terarah dinyatakan seperti:
Bila ada satu/ sebuah busur dari e ke f dan busur dari f ke g, jadi juga memiliki sebuah busur
Berarah/ diarahkan dari e ke g.
Dan saat/ bila menyajikan suatu relasi transitif didalam bentuk matriks, sebuah relasi transitif tidak memiliki satu ciri khusus di matriksnya.
FUNGSI
fungsi adalah sebuah relasi biner di mana masing-masing anggota dalam anggota himpunan A domain hanya mempunyai 1 bayangan pada himpunan kodomain.
Misalkan A dan B adalah himpunan. Relasi biner f dari A ke B merupakan suatu fungsi jika setiap elemen di dalam A dihubungkan dengan tepat satu elemen di dalam B.
Jika f adalah fungsi dari A ke B kita menuliskan f : A -> B , yang artinya f memetakan A ke B.
· A disebut daerah asal (domain) dari f dan B disebut daerah hasil (codomain) dari f.
· Nama lain untuk fungsi adalah pemetaan atau transformasi.
· Kita menuliskan f(a) = b jika elemen a di dalam A dihubungkan dengan elemen b di dalam B.
Jika f(a) = b, maka b dinamakan bayangan (image) dari a dan a dinamakan pra-bayangan (pre-image) dari b. Himpunan yang berisi semua nilai pemetaan f disebut jelajah (range) dari f.
Perhatikan bahwa jelajah dari f adalah himpunan bagian (mungkin proper subset) dari B.
Jika f adalah fungsi dari A ke B kita menuliskan f : A -> B , yang artinya f memetakan A ke B.
· A disebut daerah asal (domain) dari f dan B disebut daerah hasil (codomain) dari f.
· Nama lain untuk fungsi adalah pemetaan atau transformasi.
· Kita menuliskan f(a) = b jika elemen a di dalam A dihubungkan dengan elemen b di dalam B.
Jika f(a) = b, maka b dinamakan bayangan (image) dari a dan a dinamakan pra-bayangan (pre-image) dari b. Himpunan yang berisi semua nilai pemetaan f disebut jelajah (range) dari f.
Perhatikan bahwa jelajah dari f adalah himpunan bagian (mungkin proper subset) dari B.
Fungsi adalah relasi yang khusus:
1. Tiap elemen di dalam himpunan A harus digunakan oleh prosedur atau kaidah yang mendefinisikan f.
2. Frasa “dihubungkan dengan tepat satu elemen di dalam B” berarti bahwa jika (a, b) Î f dan (a, c) Î f, maka b = c.
Fungsi dapat dispesifikasikan dalam berbagai bentuk , diantaranya :
1 . Himpunan pasangan terurut . Seperti pada relasi .
2 . Formula pengisian nilai (assignment) .
Contoh : f ( x ) = 2 x + 1 0 , f (x) = x2 , dan f (x) = 1/x .
3 . Kata - kata
Contoh : “ f adalah fungsi yang memetakan jumlah bit 1 di dalam suatu string biner ” .
4 . Kode program (source code)
Contoh : Fungsi menghitung |x|
function abs (x:integer) : integer;
begin
if x < 0 then
abs : = - x
else
abs : = x ;
end ;
Contoh
f = {(1, u), (2, v), (3, w)} dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} adalah fungsi dari A ke B. Di sini
f(1) = u, f(2) = v, dan f(3) = w. Daerah asal dari f adalah A dan daerah hasil adalah B. Jelajah dari f adalah {u, v, w}, yang dalam hal ini sama dengan himpunan B.
Contoh
f = {(1, u), (2, v), (3, w)} dari A = {1, 2, 3, 4} ke B = {u, v, w} bukan fungsi, karena tidak semua
elemen A dipetakan ke B.
Contoh
f = {(1, u), (1, v), (2, v), (3, w)}
dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} bukan fungsi, karena 1 dipetakan ke
dua buah elemen B, yaitu u dan v.
Fungsi f dikatakan satu-ke-satu (one-to-one) atau injektif (injective) jika tidak ada dua elemen himpunan A yang memiliki bayangan sama.
1. Tiap elemen di dalam himpunan A harus digunakan oleh prosedur atau kaidah yang mendefinisikan f.
2. Frasa “dihubungkan dengan tepat satu elemen di dalam B” berarti bahwa jika (a, b) Î f dan (a, c) Î f, maka b = c.
Fungsi dapat dispesifikasikan dalam berbagai bentuk , diantaranya :
1 . Himpunan pasangan terurut . Seperti pada relasi .
2 . Formula pengisian nilai (assignment) .
Contoh : f ( x ) = 2 x + 1 0 , f (x) = x2 , dan f (x) = 1/x .
3 . Kata - kata
Contoh : “ f adalah fungsi yang memetakan jumlah bit 1 di dalam suatu string biner ” .
4 . Kode program (source code)
Contoh : Fungsi menghitung |x|
function abs (x:integer) : integer;
begin
if x < 0 then
abs : = - x
else
abs : = x ;
end ;
Contoh
f = {(1, u), (2, v), (3, w)} dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} adalah fungsi dari A ke B. Di sini
f(1) = u, f(2) = v, dan f(3) = w. Daerah asal dari f adalah A dan daerah hasil adalah B. Jelajah dari f adalah {u, v, w}, yang dalam hal ini sama dengan himpunan B.
Contoh
f = {(1, u), (2, v), (3, w)} dari A = {1, 2, 3, 4} ke B = {u, v, w} bukan fungsi, karena tidak semua
elemen A dipetakan ke B.
Contoh
f = {(1, u), (1, v), (2, v), (3, w)}
dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} bukan fungsi, karena 1 dipetakan ke
dua buah elemen B, yaitu u dan v.
Fungsi f dikatakan satu-ke-satu (one-to-one) atau injektif (injective) jika tidak ada dua elemen himpunan A yang memiliki bayangan sama.
Contoh
f = {(1, w), (2, u), (3, v)} dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w, x} adalah fungsi satu-ke-satu,
Tetapi relasi f = {(1, u), (2, u), (3, v)} dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} bukan fungsi satu-ke-satu,
karena f(1) = f(2) = u.
Contoh
Misalkan f : Z -> Z. Tentukan apakah f(x) = x2 + 1 dan f(x) = x – 1 merupakan fungsi satu-ke-satu?
Penyelesaian:
(i) f(x) = x2 + 1 bukan fungsi satu-ke-satu, karena untuk dua x yang bernilai mutlak sama tetapi tandanya berbeda nilai fungsinya sama, misalnya f(2) = f(-2) = 5 padahal –2 ¹ 2.
(ii) f(x) = x – 1 adalah fungsi satu-ke-satu karena untuk a ¹ b, a – 1 ¹ b – 1. Misalnya untuk x = 2, f(2) = 1 dan untuk x = -2, f(-2) = -3.
Fungsi f dikatakan dipetakan pada (onto) atau surjektif (surjective) jika setiap elemen himpunan B merupakan bayangan dari satu atau lebih elemen himpunan A. Dengan kata lain seluruh elemen B merupakan jelajah dari f. Fungsi f disebut fungsi pada himpunan B.
Contoh
f = {(1, u), (2, u), (3, v)} dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} bukan fungsi pada karena w tidak termasuk jelajah dari f.
f = {(1, w), (2, u), (3, v)} dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} merupakan fungsi pada karena
semua anggota B merupakan jelajah dari f.
Contoh
Misalkan f : Z -> Z. Tentukan apakah f(x) = x2 + 1 dan f(x) = x – 1 merupakan fungsi pada?
Penyelesaian:
(i) f(x) = x2 + 1 bukan fungsi pada, karena tidak semua nilai bilangan bulat merupakan jelajah dari f.
(ii) f(x) = x – 1 adalah fungsi pada karena untuk setiap bilangan bulat y, selalu ada nilai x yang memenuhi, yaitu y = x – 1 akan dipenuhi untuk x = y + 1.
Fungsi f dikatakan berkoresponden satu-ke-satu atau bijeksi (bijection) jika ia fungsi satu-ke-satu dan juga fungsi pada.
Contoh
f = {(1, u), (2, w), (3, v)} dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} adalah fungsi yang berkoresponden satu-ke-satu, karena f adalah fungsi satu-ke-satu maupun fungsi pada.
Jika f adalah fungsi berkoresponden satu-ke-satu dari A ke B, maka kita dapat menemukan balikan (invers) dari f. Balikan fungsi dilambangkan dengan f –1. Misalkan a adalah
anggota himpunan A dan b adalah anggota himpunan B, maka f -1(b) = a jika f(a) = b. Fungsi yang berkoresponden satu-ke-satu sering dinamakan juga fungsi yang invertible (dapat dibalikkan), karena kita dapat mendefinisikan fungsi balikannya. Sebuah fungsi dikatakan not invertible (tidak dapat dibalikkan) jika ia bukan fungsi yang berkoresponden satu-ke-satu, karena fungsi balikannya tidak ada.
Contoh
f = {(1, u), (2, w), (3, v)} dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} adalah fungsi yang
berkoresponden satu-ke-satu. Balikan fungsi f adalah f -1 = {(u, 1), (w, 2), (v, 3)}
Jadi, f adalah fungsi invertible.
Contoh
Tentukan balikan fungsi f(x) = x – 1.
Penyelesaian:
Fungsi f(x) = x – 1 adalah fungsi yang berkoresponden satu-kesatu, jadi balikan fungsi tersebut ada.
Misalkan f(x) = y, sehingga y = x – 1, maka x = y + 1. Jadi, balikan fungsi balikannya adalah f-1(y) = y +1.
Contoh
Tentukan balikan fungsi f(x) = x2 + 1.
Penyelesaian:
Dari Contoh 3.41 dan 3.44 kita sudah menyimpulkan bahwa f(x) = x – 1 bukan fungsi yang berkoresponden satu-ke-satu, sehingga fungsi balikannya tidak ada. Jadi, f(x) = x2 + 1 adalah funsgi yang not invertible.
Komposisi dari dua buah fungsi
Misalkan g adalah fungsi dari himpunan A ke himpunan B, dan f adalah fungsi dari himpunan B ke himpunan C. Komposisi f dan g, dinotasikan dengan f o g, adalah fungsi dari A ke C yang
didefinisikan oleh (f o g)(a) = f(g(a))
Contoh
Diberikan fungsi
g = {(1, u), (2, u), (3, v)} yang memetakan A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w}, dan fungsi f = {(u, y), (v, x), (w, z)} yang memetakan B = {u, v, w} ke C = {x, y, z}. Fungsi komposisi dari A ke C adalah
f o g = {(1, y), (2, y), (3, x) }
Contoh
Diberikan fungsi f(x) = x – 1 dan g(x) = x2 + 1. Tentukan f o g dan g o f .
Penyelesaian:
(i) (f o g)(x) = f(g(x)) = f(x2 + 1) = x2 + 1 – 1 = x2.
(ii) (g o f)(x) = g(f(x)) = g(x – 1) = (x –1)2 + 1 = x2 - 2x + 2.
Beberapa Fungsi Khusus
1. Fungsi Floor dan Ceiling
Misalk an x adalah b ilan gan riil, berarti x berad a di an tara dua bilangan bulat.
Fungsi floor dari x:
[x] menyatakan nilai b ilan gan b ulat terbesar yang leb ih kecil atau sama dengan x
Fungsi ceiling dari x:
[x] menyatakan bilang an bulat terkecil yan g lebih besar atau sama dengan x
Dengan kata lain, fungsi floor membulatkan x ke bawah , sedangkan fungsi ceiling membulatkan x ke atas.
Contoh nilai fungsi floor dan ceiling :
Contoh
Di dalam komputer, data dikodekan dalam untaian byte, satu byte terdiri atas 8 bit. Jika panjang data 125 bit, maka jumlah byte yang diperlukan untuk merepresentasikan data adalah [125/8] = 16 byte. Perhatikanlah bahwa 16 ´ 8 = 128 bit, sehingga untuk byte yang terakhir perlu ditambahkan 3 bit ekstra agar satu byte tetap 8 bit (bit ekstra yang ditambahkan untuk menggenapi 8 bit disebut padding bits).
2. Fungsi modulo
Misalkan a adalah sembarang bilangan bulat dan m adalah bilangan bulat positif.
a mod m memberikan sisa pembagian bilangan bulat bila a dibagi dengan m
a mod m = r sedemikian sehingga a = mq + r, dengan 0 £ r < m.
Contoh
Beberapa contoh fungsi modulo
25 mod 7 = 4
15 mod 4 = 0
3612 mod 45 = 12
0 mod 5 = 5
–25 mod 7 = 3 (sebab –25 = 7 × (–4) + 3 )
3. Fungsi Faktorial
n ! = 1 , n = 0
1 x 2 x .... x(n-1) x n , n > 0
4. Fungsi Eksponensial
an = 1 , n = 0
a x a x ....... x a , n > 0
Untuk kasus perpangkatan negatif,
a-n = 1/ an
5. Fungsi Logaritmik
Fungsi logaritmik berbentuk
Fungsi logaritmik berbentuk
y = alogx <-> x = ay
Fungsi Rekursif
Fungsi f dikatakan fungsi rekursif jika definisi fungsinya mengacu pada dirinya sendiri.
Fungsi rekursif disusun oleh dua bagian:
(a) Basis
Bagian yang berisi nilai awal yang tidak mengacu pada dirinya sendiri. Bagian ini juga sekaligus menghentikan definisi rekursif.
(b) Rekurens
Bagian ini mendefinisikan argumen fungsi dalam terminologi dirinya sendiri. Setiap kali fungsi mengacu pada dirinya sendiri, argumen dari fungsi harus lebih dekat ke nilai awal (basis).
Contoh definisi rekursif dari faktorial:
(a) basis:
n! = 1 , jika n = 0
(b) rekurens:
n! = n ´ (n -1)! , jika n > 0
5! dihitung dengan langkah berikut:
(1) 5! = 5 ´ 4! (rekurens)
(2) 4! = 4 ´ 3!
(3) 3! = 3 ´ 2!
(4) 2! = 2 ´ 1!
(5) 1! = 1 ´ 0!
(6) 0! = 1
(6’) 0! = 1
(5’) 1! = 1 ´ 0! = 1 ´ 1 = 1
(4’) 2! = 2 ´ 1! = 2 ´ 1 = 2
(3’) 3! = 3 ´ 2! = 3 ´ 2 = 6
(2’) 4! = 4 ´ 3! = 4 ´ 6 = 24
(1’) 5! = 5 ´ 4! = 5 ´ 24 = 120
Jadi, 5! = 120.
Fungsi Rekursif
Fungsi f dikatakan fungsi rekursif jika definisi fungsinya mengacu pada dirinya sendiri.
Fungsi rekursif disusun oleh dua bagian:
(a) Basis
Bagian yang berisi nilai awal yang tidak mengacu pada dirinya sendiri. Bagian ini juga sekaligus menghentikan definisi rekursif.
(b) Rekurens
Bagian ini mendefinisikan argumen fungsi dalam terminologi dirinya sendiri. Setiap kali fungsi mengacu pada dirinya sendiri, argumen dari fungsi harus lebih dekat ke nilai awal (basis).
Contoh definisi rekursif dari faktorial:
(a) basis:
n! = 1 , jika n = 0
(b) rekurens:
n! = n ´ (n -1)! , jika n > 0
5! dihitung dengan langkah berikut:
(1) 5! = 5 ´ 4! (rekurens)
(2) 4! = 4 ´ 3!
(3) 3! = 3 ´ 2!
(4) 2! = 2 ´ 1!
(5) 1! = 1 ´ 0!
(6) 0! = 1
(6’) 0! = 1
(5’) 1! = 1 ´ 0! = 1 ´ 1 = 1
(4’) 2! = 2 ´ 1! = 2 ´ 1 = 2
(3’) 3! = 3 ´ 2! = 3 ´ 2 = 6
(2’) 4! = 4 ´ 3! = 4 ´ 6 = 24
(1’) 5! = 5 ´ 4! = 5 ´ 24 = 120
Jadi, 5! = 120.
Di bawah ini adalah contoh-contoh fungsi rekursif lainnya:
1. f(x) = 0 , x = 0
f(x) = 2F(x-1)+ , x ≠ 0
2. Fungsi fibonacci:
0 , n = 0
f(n) = 1 , n = 1
f(n-1)+f(n-2) , n > 1
0 , n = 0
f(n) = 1 , n = 1
f(n-1)+f(n-2) , n > 1
sekian terima kasih semoga bermanfaat. sampai bertemu di blog blog selanjutnya ..... :)
Komentar
Posting Komentar